طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ
مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim
baik laki-laki maupun perempuan” (H.R. ibnu Majah)
Islam merupakan agama yang identik dengan
Ilmu Pengetahuan. Al Qur’an sebagai Kitab Sucinya dan pedoman bagi umatnya sejak dini telah berbicara tentang ilmu, hal
ini tampak jelas apada ayat pertama yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad
SAW, yang berbunyi:
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي
خَلَقَ(1)خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ(2)
اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَ َكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ(4)عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang
telah Men-ciptakan, Tuhan yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah
dan Tuhanmu Maha Mulia, Yang mengajakan (manusia) dengan perantaraan Qalam.
Yang mengajarkan manusia apa-apa yang tidak ia ketahui.” (Q.S. Al ‘Alaq:
1-5)
Rasulullah sering berbicara tentang keutamaan
ilmu dan bahkan mewajibkan ummatnya untuk menuntut ilmu, sebagaimana sabda
beliau pada hadits di atas. Perintah untuk menuntut ilmu ini merupakan salah
satu pusat perhatian Islam bagi para pemeluknya. Pada awal-awal perkembangan
Islam, para sahabat tidak mengenal perbedaan antara Ilmu dan Agama. Mempelajari
Agama berarti mempelajari Ilmu, begitu sebaliknya, mempelajari Ilmu berarti
mempelajari Agama.
Sehingga pada masa ini mempelajari Ilmu sama pentingnya
dengan mempelajari Agama. Hal ini dapat dipahami, karena disiplin Ilmu pada
masa itu belum dibeda-bedakan sebagai-mana yang kita kenal sekarang.
Lalu muncul sebuah pertanyaan, mengapa
manusia yang dalam hal ini adalah umat Islam, diwajibkan untuk menuntut ilmu?
Hal ini sebenarnya telah dijawab oleh Al-Qur’an sendiri, dimana menurut
Al-Qur’an, Allah mencipta-kan manusia dalam keadaan vakum dari ilmu, lalu Allah
memberinya perangkat ilmu agar mampu menggali ilmu dan mempelajarinya. Karena
memang ilmu itu harus digali, di-pelajari, dan diamalkan sebagaimana
firman-Nya:
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ
أُمَّهَاتِكُمْ لاَ تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَ
اْلأَبْْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kalian dari perut
ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun. Dan Dia memberi kalian
pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur”. (Q.S. An Nahl: 78)
Pendengaran, penglihatan dan hati atau
akal adalah merupakan perangkat atau alat untuk menuntut ilmu. Perangkat ilmu
yang Allah berikan kepada manusia merupa-kan sebuah potensi yang tiada ternilai
harganya, dengan penglihatan,
pendengaran dan hati (akal) manusia mampu menggali ilmu. Karena kemampuannya
menalar dan mem-punyai bahasa untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran yang
abstrak. Maka dalam hal ini menusia bukan saja memiliki pengetahuan, melainkan
juga mampu mengem-bangkannya.
Pengetahuan itu diperoleh manusia bukan
hanya dengan penalaran, melainkan juga dengan kegiatan berfikir lainnya, dengan
perasaan dan intuisi. Lain halnya dengan hewan yang tidak memiliki potensi
tersebut karena hewan tidak mampu berbuat seperti apa yang dapat dicapai oleh
manusia. Maka sangat beralasan jika Allah memerintahkan manusia untuk menggali
lautan ilmu-Nya.
Perintah ini begitu jelas Allah maklumkan
lewat firman-Nya dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-5 sebagaimana di atas,
dimana kita diperintahkan untuk membaca, bukan saja dalam arti sempit atau
membaca secara harfiyah (qira’ah
qauliyyah).
Tapi juga dalam
makna yang luas, yakni membaca ayat-ayat Allah yang tergores pada alam semesta (qira’ah kauniyyah), baik berupa fakta-fakta kasat mata, maupun yang tersebut pada
kejadian-kejadian, proses, sebab akibat, sejarah dan sebagainya.
Kita tentunya masih ingat akan peristiwa
besar tentang penciptaan manusia yang digambarkan dalam Al Qur’an, yang mana
setelah Adam AS diciptakan, Allah mempertemukan malaikat dengan Adam
berhadap-hadapan, lalu Allah bertanya kepada malaikat: “Beritahu Aku nama-nama benda ini!” Malaikat menjawab: “Keagungan milik-Mu, kami tidak tahu, kami
hanya mengetahui apa yang sudah Engkau beritahukan kepada kami, kami tidak
mengetahui selain itu.” Tetapi Adam AS. yang telah diberikan Allah
kemampuan untuk menguasai pengetahuan kreatif, dapat memberi nama-nama benda
itu. Jadi manusia, yang dalam hal ini Adam AS. memiliki kemampuan untuk
menguasai ilmu.
Dari peristiwa di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang paling berhak untuk menjadi
khalifah di bumi, karena potensi keilmuan yang mereka miliki. Dan dengan ilmu,
manusia mampu menyingkap rahasia alam, sehingga ia sadar akan kebesaran Sang
Pencipta dan bertambah ketaqwaannya. Jika ada manusia yang tidak mau
memanfaatkan potensi yang ia miliki, berarti ia tidak mensyukuri nikmat yang
Allah berikan kepadanya, karena telah menyia-nyiakan potensi tersebut sehingga
menjadi suatu hal yang mubazir.
Peristiwa yang diabadikan Al Qur’an di atas merupakan suatu catatan yang harus
senantiasa diingat oleh manusia, agar ia menyadari dirinya dengan
sesadar-sadarnya bahwa ia memiliki potensi yang sangat besar untuk menggali
lautan ilmu Allah serta mengembangkannya untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri.
Hadits “menuntut ilmu wajib bagi setiap
muslim baik laki-laki maupun perempuan” ini begitu selaras dengan sebuah
pribahasa yang mengatakan “Kalaulah bukan karena ilmu, maka manusia tak
ubahnya seperti binatang”.
Pribahasa ini di satu sisi mengungkapkan
perbedaan antara manusia dan hewan dan di sisi lain merupakan sindiran bagi
manusia untuk menuntut dan menguasai ilmu, agar ia tidak dibodoh-bodohi dan
tidak dikatakan seperti binatang.
Wallahu A’lam
Post a Comment for "Mengapa Menuntut Ilmu itu Wajib ?"