“Orang mukmin
adalah jalinan yang dijalin, dan tidak ada kebaikan pada orang yang tidak mau menjalin
(persau-daraan) dan tidak mau dijalin!” (HR. Ahmad, Thabrani & Al Hakim)
Persaudaraan
antara sesama muslim (ukhuwah Isla-miyah) pada dasarnya merupakan nikmat
Allah SWT yang akan dianugerahkan kepada mereka yang bersungguh-sungguh
meraihnya. Kunci dari hal itu adalah memperkuat hubungan (silah qawiyyah)
dengan Allah SWT maupun manusia. Ukhuwah, jamaah, atau umat adalah beberapa
idiom keagamaan yang merupakan simpul keniscayaan kita mem-bentuk persekutuan
antar manusia. Yakni suatu pesan yang mendesak untuk kita insafi bersama di
tengah fakta sejarah manusia yang acap kali diwarnai banyak konflik berdarah
dan aksi kekerasan. Semua itu bermula karena tidak adanya kehendak mulia
menjadi orang lain sebagai pribadi yang wajib menghadap perhormatan tulus dan
penuh cinta.
Dengan demikian
persaudaraan yang hakiki, ter-khusus lagi persaudaraan dalam Islam (Ukhuwwah
Islamiyah) yang merupakan nikmat terbesar dalam penataan hubungan sesama
muslim, hanyalah dimungkinkan terjadi manakala terdapat ta’lif al-qalb
(pertautan hati, perasaan dan pikiran) antara satu dan yang lainya. Sebaliknya,
adalah mustahil persaudaraan itu terkait dengan erat, manakala hati, perasaan,
dan pikiran saling bertentangan. Hati yang menyatu akan menyikapi perbedaan
(seperti perbedaan pendapat, golongan, dan mungkin perbedaan partai) dengan husnudz-dzan
(berbaik sangka) dan tasamuh (toleransi).
Sebaliknya,
hati yang bertentangan akan menyikapi setiap perbedaan dengan
kacamata su‘udz-dzan (berburuk sangka) dan permusuhan. Allah SWT
befirman surat Al-Anfal ayat : 36.
Yang harus
disadari barsama bahwa nikmat ukhuwah itu akan diraih kaum muslimin manakala
interaksi mereka dengan ajaran Islam selalu terjadi. Artinya. kaum muslimin
senantiasa berupaya untuk mengaplikasikan nilai-nilai Islam pada semua bidang
kehidupan yang digelutinya. Islami dalam ibadah mahdlah, dalam berekonomi,
perilaku politik, sosial budaya, dan lain sebagainya. Keterikatan yang kuat
dengan ajaran Islam insya Allah akan melahirkan keterikatan yang kuat pula
dengan sesama muslim. Komitmen yang kuat kepada ajaran Islam akan melahirkan
komitmen menghormati dan menyayangi sesama muslim, sesuai ajaran Islam. Allah
SWT berfirman dalam surat Ali-Imran ayat 103.
Kita sebagai
bangsa yang dikarunia dengan kedamaian dan ketentraman hidup, seharusnya bisa
me-ngambil hikmah dan ayat ini sehingga kita tidak mudah terpancing isu-isu
yang mengarah kepada upaya untuk memecah belah persatuan bangsa khususnya ummat
Islam sebagai bagian terbesar dari penduduk negeri ini. Pengalaman yang pahit
yang dialami saudara-saudara kita di berbagai belahan dunia seperti,
Afganistan, Pakistan yang mencatat sejarah kelam akibat permusuhan diantara
mereka hendaknya jangan sampai terjadi di negeri kita. Untuk itu, kita harus
senantiasa waspada dan mencoba bersikap bijak menghadapi potensi konflik yang
setiap saat bisa muncul karena dipicu oleh peristiwa-peristiwa kecil.
Dr. M.
Quraish Shihab dalam hukunya Wawasan Al Qur’an mengatakan, ukhuwah
(ukhuwwah) yang biasa diarti-kan sebagai “persaudaraan”, terambil dan akar kata
yang pada mulanya berarti “memperhatikan”.
Makna asal ini memberi kesan bahwa
persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Boleh jadi, perhatian itu pada mulanya lahir karena adanya persamaan di antara
pihak-pihak yang bersaudara, sehingga makna tersebut kemudian berkembang, dan
pada akhirnya ukhuwah diartikan sebagai “setiap persamaan dan keserasian dengan
pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi ibu, bapak, atau kedua-nya,
maupun dan segi persusuan” Secara majazi. kata ukhuwah (persaudaraan) mencakup
persamaan salah satu unsur seperti suku. agama. Profesi, dan perasaan.
Dalam
kamus-kamus bahasa Arab ditemukan bahwa kata akh yang membentuk kata
ukhuwah digunakan juga dengan arti teman akrab atau sahabat.
Faktor
penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun sempit adalah
persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin kokoh pula persaudaraan.
Per-samaan rasa dan cita merupakan faktor dominan yang men-dahului lahirnya
persaudaraan hakiki dan pada akhirnya menjadikan seseorang merasakan derita
saudaranya, me-ngulurkan tangan sebelum diminta, serta memperlakukan saudaranya
bukan atas dasar “take and give”, tetapi justru, “Mengutamakan orang lain
atas diri mereka, walau diri mereka sendiri kekurangan” (Q.S. Al Hasyr: 9)
Untuk memantapkan
persaudaraan antar sesama muslim, Al Qur’an pertama kali menggaris-bawahi
perlunya menghindari segala macam sikap dan batin yang dapat me-ngeruhkan
hubungan diantara mereka. Dalam hal ini marilah kita perhatikan firman Allah
berikut ini.
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat” (Q.S. Al
Hujurat:10)
Setelah
menyatakan bahwa orang-orang mukmin bersaudara, dan memerintahkan untuk
melakukan ishlah (perbaikan huhungan) jika seandainya terjadi kesalah-
pahaman di antara dua orang (kelompok) kaum muslim. Al Qur’an memberikan
contoh-contoh penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang setiap muslim
melakukannya dalam surat Al Hujurat
ayat : 11
Asep
Salahuddin. Staf Pengajar IAILM Suryalaya Tasik dalam sebuah tulisan
mengatakan, “Dalam metafor sebuah hadis, bahwa persekutuan (persaudaraan.pen.)
dikata-kan tuntas manakala manusia menjadi satu tubuh, yang mana ketika anggota
tubuh yang satu sakit, maka yang lain ikut merasakan dan menanggung deritanya.
Atau, meminjam bait syair Sutardji Calzoum Bachri. “Yang terluka padamu/
Ber-darah padaku” Akhirnya, seperti ditengarai Martin Buber (1875 - 1965) dalam
karyanya Ich Und Du (Aku dan Engkau), persekutuan manusia (ukhuwah insaniyah)
mendapat dimensi spiritualitasnya berkat hubungan manusia dengan Tuhan.
Persekutuan berada dalam tatapan terang Ilahi, terpendar dalam pijar
kemanusiaan.Allahu A’lam.
Al Faqier Muslim
Zakaria
Post a Comment for "“Aku” dan “Kalian” adalah “Kita” demi “Persaudaraan”"